Etika Profesi
Raymond Well

Etika Profesi

BAB 2

TEORI ETIKA

 

2. 1 Beberapa Teori-Teori Etika

      Teori merupakan tulang punggung suatu ilmu. Ilmu pada dasarnya adalah kumpulan pengetahuan yang bersifat menjelaskan berbagai gejala alam (dan sosial) yang memungkinkan manusia melakukan serangkaian tindakan untuk menguasai gejala tersebut berdasarkan penjelasan yang ada, sedangkan teori adalah pengetahuan ilmiah yang mencakup penjelasan mengenai suatu faktor tertentu dari sebuah disiplin keilmuan.

Fungsi teori dan ilmu pengetahuan adalah untuk menjelaskan, meramalkan, dan mengontrol. Etika sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik. Sebagai ilmu, etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu ekonomi. Berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang berpengaruh.

2.1.1 Egoisme

      Rachel (2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme yaitu: egoisme psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (selfish). Altruisme adalah suatu tindakan yang peduli pada orang lain atau mengutamakan kepentingan orang lain dengan mengorbankan kepentingan dirinya. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri (self-interst). Jadi yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan orang lain.

      Banyak sekali pandangan mengenai paham atau teori egoisme etis . Paham/teori egoisme etis ini menimbulkan banyak dukungan sekaligus kritikan. Alasan yang mendukung teori egoisme etis, antara lain:

a.    Argumen bahwa altruisme adalah tindakan menghancurkan diri sendiri.

b.    Pandangan tentang kepentingan diri adalah pandangan yang paling sesuai dengan moralitas sehat.

      Alasan yang menentang teori egoisme etis antara lain:

a.    Egoisme etis tidak mampu memecahkan konflik-konflik kepentingan.

b.    Egoisme etis bersifat sewenang-wenang.

2.1.2 Utilitarianisme

      Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang berarti bermanfaat. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat). Dari uraian sebelumnya, paham utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut:

(1) Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan, atau hasilnya).

(2) Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.

(3) Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

      Beberapa kritik yang dilontarkan terhadap paham ini antara lain:

(1) Sebagaimana paham egoisme, utilitarianisme juga hanya menekankan tujuan/manfaat pada pencapaian kebahagiaan duniawi dan mengabaikan aspek rohani (spiritual).

(2) Utilitarianisme mengorbankan prinsip keadilan dan hak individu/minoritas demi keuntungan sebagian besar orang (mayoritas).

2.1.3 Deontologi

      Istilah deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Kedua teori egoisme dan utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan dari akibat, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut. Bila akibat dari suatu tindakan memberikan manfaat entah untuk individu (egoisme) atau untuk banyak orang/kelompok masyarakat (utilitarianisme), maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut teori teleologi.

      Untuk memahami lebih lanjut tentang paham deontologi ini, sebaiknya dipahami terlebih dahulu dua konsep penting yang dikemukakan oleh Kant, yaitu konsep imperative hypothesis dan imperative categories. Imperative hypothesis adalah perintah-perintah (ought) yang bersifat khusus yang harus diikuti jika seseorang mempunyai keinginan yang relevan. Imperative categories adalah kewajiban moral yang mewajibkan kita begitu saja tanpa syarat apa pun. Dengan dasar pemikiran yang sama, dapat dijelaskan bahwa beberapa tindakan seperti membunuh, mencuri, dan beberapa jenis tindakan lainnya dapat dikategorikan sebagai imperative categories, atau keharusan/kewajiban moral yang bersifat universal dan mutlak.